Hakikat Iman dapat dimaknai dengan apa yang sebenarnya diyakini (hal lebih dalam dari "dipercayai"). Hakikat (alhaqq, yang sebenarnya) Iman (yakin kepada Tuhan) tentunya meliputi 6 hal rukun iman sebagaimana termaktub pada hadits Imam Muslim berikut :
“Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim no. 8)
Hadits di atas adalah bagian dari hadits tentang Islam - Iman - Ihsan. Selngkapnya silahkan cek pada tautan ini.
Mari kita bahas bersama secara umum hadits diatas :
- Beriman kepada Allah : rukun iman pertama selaras/sejalan dengan rukun Islam pertama, Syahadat (silahkan baca pada kajian sebelumya pada tautan ini). Bersaksi bahwa tuhan sebenar hanya Allah, tiada tuhan lain. Siapa yang beriman kepada Allah, pasti dan wajib mengucapkan Syahadat sebagai tanda Zohir dan mengamalkan secara bathin dengan menyebut (zikir) nama Nya dalam hati (baca dalil tentang mengingat Allah)
- Beriman kepada malaikat (malaikat : jamak. malak : tunggal) meyakini bahwa ada tentara Allah yang biasa disebut malaikat (diciptakan Allah dari cahaya/nur, baca detail di sini)
- Beriman kepada kitab Allah : membenarkan bahwa Allah telah menurunkan kitabullah sebagai petunjuk para nabi. Silahkan cari seajarah kitab suci dalam Islam.
- Beriman kepada para Rasulnya : meyakini bahwa Allah telah mengutus banyak nabi/rasul (yang mashur adalah 25 nabi rasul, ditutup oleh nabi Muhammad ﷺ.
- Beriman kepada hari akhir/kiamat : percaya/yakin bahwa semua kehidupan ini akan berakhir di hari yang telah ditetapkan Allah.
- Beriman kepada Qada & Qodar : percaya bahwa Allah telah menetapkan takdir baik atau buruk pada manusia.
Untuk melihat perspektif ini, maka jelaslah bahwa hakikat iman itu, ya Allah itu sendiri yang pada akhirnya, wajiblah bagi siapapun (khususnya manusia) untuk mengenal DIA (Allah) untuk dapat memahami dan mengamalkan intisari/hakikat dari iman tersebut.
kebanyakan manusia (sebagian besar) menganggap bahwa beriman itu ya percaya. Ketahuilah bahwa percaya saja tidak cukup tanpa upaya pembuktian. Upaya pembuktian itu pasti harus ada praktek atau beramal atau riyadhoh.
Secara umum, untuk percaya kepada sesuatu, tentu kita perlu mengenal, dimulai dari mengetahui dan memahaminya. Begitu juga dalam hal beriman kepada Allah. Bagaimana mungkin percaya bahkan yakin, jika tidak mengenal yang diyakini. Mari kita renungkan, dimana posisi diri kita masing-masing! Benarkah kita telah beriman? Aapakah kita hanya beriman tanpa mengenal Allah?
Untuk membuka wawasan kita lebih luas, silahkan cek pada kajian tentang Tauhid pada tautan ini.
والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ